Di sebuah malam kelam yang kian suram, malam yang kembali menyisakan aku dan segelintir sepi, malam yang kembali menyaksikan hati dan pikiranku lagi lagi tak sejalan, untuk kesekian kalinya aku kembali harus kembali menerima cibiran dari malam sebab aku kembali berkawan dengan secangkir kopi dan ribaan ribaan sunyi. Beberapa waktu lalu seseorang pernah bertanya perihal kecintaanku pada kopi"kenapa aku begitu memprioritaskan kopi diantara sekian banyak kebutuhan lain pada malam malamku nan kaku? " alasan nya sederhana, ia sangat jujur bagiku,ia tak malu dengan warna nya nan hitam legam itu, setiap teguk nya menyisakan pahit yang kerap mendera kerongkonganku nan tandus, sepahit rindu yang belum juga tuhan hadiahi temu.
Sebuah malam yang menjadi atap bagi aku nan tengah tertunduk dengan tengadah, bercerita pada kuasa bahwa aku harus kembali menyerah kalah oleh ketidakmungkinan yang pernah kuharap jadi sebuah kemungkinan, pernah kupaksakan menjadi sebuah kenyataan. Kembali menelan pahit sebab pernah tabah menunggu cintamu nan ambigu .untuk kesekian kalinya aku harus menyalahkan fikiranku yang selalu berkata perjuanganku itu adalah perwujudan dari rasa sayangku nan teramat besar, kembali kusesalkan ucapan hatiku yang mengejek perjuanganku nan hanya bodoh belaka, kenapa sedari dulu aku tak mempercayainya dan menganggap itu hanya cibiran belaka. Aku harus di bebani sebuah tanya "mencintaimu nan ambigu dan perjuanganku selama ini sebab terlalu sayang atau terlalu bodoh? "
Dan sekarang aku mulai menemukan jawaban atas pertanyaan yang kembali menyesakkan, aku terlalu bodoh bahkan dalam hal mencintaimu, aku selalu dikalahkan egoku yang kembali berkhianat sebab telah kau racuni dengan harap harap palsu, terlalu patuh pada pikiranku nan penipu selalu memaksaku memperjuangkan Cinta yang sedang memperjuangkan Cinta lainnya. Ku akhiri perbincangan ku malam itu dengan dengan penyesalan, tersandar di bangku tua yang berada di sisi kiri persimpangan, meresapi getir getir kehilangan bersama lamunan, menghujam takdir yang tak pernah berpihak pada kesetiaan,melangakah pulang setelah pelukan hujan mulai enggan berada di dekapan, dan angin yang bersiul mulai bisa menenangkan
Terimakasih kuucapkan pada kalian yang tetap Setia kujadikan kawan, kopi, rokok, dan untukmu sepi tanpa kau aku tak akan paham sendiri itu sunyi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
MEMERDEKAKAN LUKA
Bagaimana kabarmu setelah semua ini kita akhiri,apakah lebih baik atau justru lebih buruk?Perlahan lahan aku menanggalkan kenangan yang ter...
-
Pada fase fase tertentu di hidupmu,saat kau merasa cinta tak lagi memilihmu,saat kau merasa tak ada lagi yang pantas kau perjuangkan,saat ka...
-
Sore tadi aku jadi pengecut paling pengecut sedunia,pasalnya tak sebait kata pun bisa kuucap,kau tampak sempurna dengan balutan hijab biru i...
-
Seingatku beberapa tahun silam tepat pada hari rabu di bulan juni saat kau dan aku tengah terjebak obrolan mesra di sebuah taman kota, diba...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar